Sabtu, 30 September 2017

Trauma Asuransi

Hai good people...

Di weekend ini aku ingin berbagi pengalaman pribadiku sebagai NASABAH bukan sebagai AGEN asuransi. Setiap kita mungkin pernah mengalami hal yang tidak mengenakkan berkaitan dengan asuransi. Apakah itu kendala saat klaim, salah beli produk, ketidaksesuaian isi polis dengan ucapan sang agen, agen yang hilang bagai ditelan bumi dan lain sebagainya.

Apapun itu jangan menjadikan kita takut, menyesal, alergi, menghindari yang namanya asuransi. Karena asuransi adalah fondasi keuangan. Bangunan yang kokoh tentu dimulai dari fondasi yang kuat. Semakin tinggi bangunan semakin krusial fondasi yang dibutuhkan.

Melalui pengalamanku ini, aku mengajak teman-teman untuk lebih berhati-hati. Lihat kredibilitas perusahaan yang bisa diketahui dari RBC, laporan keuangan, pembayaran klaim nasabah, dll. Perusahaan asuransi yang sudah puluhan atau ratusan tahun berdiri tentu telah memiliki portofolio yang amat sangat banyak. Jadi jangan mudah termakan isu-isu yang beredar. Sebagaimana kita ketahui ada banyak mafia klaim fraud di dunia asuransi.
Belajar dan bacalah isi polis. Perusahaan memberikan masa free look. Artinya nasabah memiliki waktu 14 hari untuk mempelajari isi polis yang terhitung sejak tanggal polis terbit. Jika isi polis tidak sesuai dengan proposal yang ditawarkan agen, maka nasabah berhak membatalkan polis tersebut. Dan carilah agen yang bersedia mengedukasi tentang perencanaan keuangan, mau mendengarkan kebutuhanmu, memberi penjelasan dengan detail bukan sekedar menjual.

So... Inilah kisahku...
Waktu statusku masih mahasiswa,  pas masih polos-polosnya (mungkin) juga masih bego-begonya, aku berdua dengan kakakku pernah buka polis asuransi tanpa sepengetahuan orang tua. Niat nge-mall malah terjaring dengan mulut manis sang agen yang memang nyewa space di mall itu.

Singkat cerita setelah berjalan beberapa bulan baru aku tergerak buat buka dan baca polisnya. Dan... jreng jreng jreng, terkejut lah anak mudanya. Di dalam polis ada lampiran kuisioner yang tidak pernah ditanyakan pada diriku. Si agen isi sendiri seolah dia tahu riwayat kesehatanku dan keluargaku.

Sebagai informasi, sejak aku SMP ayahku sudah terkena diabetes, tetapi dalam kuesioner itu dia mengisi kolom 'tidak ada anggota keluarga yang sakit diabetes'. Wah, aku langsung memutuskan tidak melanjutkan pembayaran premi karena merasa klaim tidak akan dibayar jika aku terkena diabetes. Sayang sih premi yang sudah disetor hangus tapi dari pada rugi lebih banyak. Begitulah pemahamanku waktu itu. Akhirnya aku dan kakakku stop bayar premi. Meski ditelepon berulang kali untuk pemulihan polis kami tetap kekeh tidak mau lanjut.

Setelah itu apa aku masih mau berasuransi?

TENTU SAJA...

Tahun 2007 kembali aku ditawarin asuransi. Saat itu aku dan pacarku (belum jadi suami nih ceritanya) memutuskan ikut karena profesi kami sebagai pengusaha yang tentunya tidak di-cover asuransi dari kantor sebagaimana karyawan. Agennya bilang kalau kalian sakit sudah ada asuransinya. Dalam bayanganku itu berarti uang kamar, uang dokter, obat-obatan, biaya lab, dll.

Kami mengambil produk unitlink dan dengan masa bayar yang secara tersirat hanya dalam jangka waktu tertentu. Setelah beberapa tahun barulah kami mengetahui jika ingin polis tetap aktif, agar proteksi yang kami ambil tetap berjalan, maka premi HARUS tetap bayar. Apalagi kalau banyak ambil manfaat tambahan seperti kami. Ada perlindungan sakit kritis, pembebasan premi, ADDB, dll.

Ketahuilah setiap manfaat yang kita pilih punya biaya yang dikenakan setiap bulannya. Dan kalau stop bayar, misal setelah 10 tahun, maka biaya itu diambil dari nilai polis kita (untuk produk unitlink). Sebenarnya alternatif yang aman adalah cuti premi (jadi hanya sementara tidak bayar premi bukan seterusnya) atau tarik sebagian nilai polis yang terbentuk.
Dan itulah yang kami lakukan. Sekali cuti premi, sesekali tarik nilai tunai.

Namun, kembali aku mengulangi kesalahan yang sama. Itu polis tidak pernah dibaca. Langsung percaya saja, kalau sakit udah tenang. Ada asuransi...
Beberapa tahun kemudian pegawai juga kami asuransikan saking sadarnya kami akan pentingnya asuransi.

Lalu,  boomm... setelah delapan tahun disiplin setor premi,  tahun 2015 saat suami operasi barulah aku tahu, manfaat yang kami beli bukan asuransi kesehatan seperti yang aku kira. Suami hanya dapat santunan uang kamar dan santunan pembedahan. Jumlahnya sangat kecilll. Hiks. Ini pelajaran yang sangat berharga bagiku. Pelajari POLIS itu penting. Dulu aku cuek sekali dengan hal ini. Apalagi lihat tebelnya polis kok ya kepala udah njelimet duluan. Tapi PAKSAKAN diri untuk pelajari isi polis, minimal mengetahui  MANFAAT yang dibeli dan ketentuan dasar.

Kembali ke pengalaman kami. Terus prosedur klaim asuransi suamiku bagaimana? Agennya malah udah ngga aktif lagi. Dan kami posisi di Sibolga. Tidak ada kantor asuransi tersebut di kota ini. Yah, seharusnya kami mencari nomor kontak upline dari agen tersebut (pernah dikasih nomornya tetapi entah kemana dan kami tidak mengenalnya). Tentunya kita merasa lebih nyaman berurusan dengan orang yang sudah kita kenal.

Maka aku hubungi teman yang aku tahu, agen disitu. Syukurnya dia mau bantu (thanks ya bang). Dia email form yang harus diisi oleh dokter dan pihak RS. Aku print-lah form itu. Dokter isi form saat aku bawa suami kontrol. Lalu ku kirim beserta kuitansi dari RS ke kantor tempat temanku itu bekerja. Dan dua minggu kemudian masuklah dana klaim ke rekening kami.

Lantas setelah kejadian ini masih MAU ikut asuransi???

Ya iyalah.. malah kami jadi buka polis baru. Emang kalo eike tiba-tiba sakit, uang buat bayar biaya RS langsung jatuh dari langit gitu? Belajar dari pengalaman, kami membeli produk yang memberi proteksi kesehatan lebih MAKSIMAL. Dan kali ini kami lebih berhati-hati. Pengalaman yang lalu telah menjadikan kami smart buyer. Ketahui apa kebutuhanmu. Sesuaikan dengan kemampuanmu. Cari produk yang tepat, yang mengakomodir keduanya. Dan inilah yang menjadi awalnya,  yang membawa kami kepada Manulife.

Semoga bermanfaat ya 😊😉

Tidak ada komentar:

Posting Komentar